WAKAF
A.
Dasar
Hukum dan Definisi tentang Wakaf
Mengingat akan pentingnya persoalan mengenai
pertanahan yang berdasarkan hukum agama, sudah diatur dalam ketentuan pasal 49
undang-undang No 5 tahun 1960 tentang
Pokok Agaria,yaitu sebagai berikut:
(1) Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang
dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial , diakui dan
dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup
untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial
(2) Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainya
sebagai dimaksud dalam pasal 14 dapat diberikan tanah yang di kuasai langsung
oleh Negara dengan hak pakai
(3) Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan
peraturan pemerintah
Kata wakaf berasal dari
kata “Waqafa” dengan makna berhenti atau diam ditempat atau tetap berdiri atau
penahanan. Sedangkan Wakaf menurut bahasa Arab berarti “al-habsu”, yang berasal
dari kata kerja habasa-yahbisuhabsan, menjauhkan orang dari sesuatu atau
memenjarakan, kemudian kata ini berkembang menjadi “habbasa” dan berarti mewakafkan harta karena
Allah.
Dalam Undang Undang nomor 41 Tahun 2004
tentang WAKAF pasal (1) wakaf didefinisikan sebagai perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian
harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna
keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut Syariah. Sementara
sifat kekekalan benda yang diwakafkan dapat dilihat dalam pasal 2 Peraturan
Pemerintah No.28 tahun 1977 tentang Perwakafan Hak Milik. Berdasarkan
pengertian diatas dapat diketahui bahwa perbuatan wakaf merupakan suatu
perbuatan yang berdasarkan pada kepentingan agama, tak lain untuk menjalankan
kepentingan ibadah, berupa sumbangan sosial yng ditujukan ke tempat-tempat
ibadah, yayasan sosial, dimana benda yang diwakafkan dimaksudkan untuk menjadi
keperluan yng disebutkan untuk selama-lamanya.
Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya dan Nazhir
adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan
dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Nazhir
disini antara lain perseorangan, organisasi dan badan hukum. Mauquf alaih adalah pihak yang ditunjuk
untuk memperoleh manfaat dari peruntukan harta benda wakaf sesuai pernyataan kehendak
Wakif yang dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf. Nazhir hanya memanfaatkan hak
pakainya atas tanah atau benda lain yang diwakafkan untuk keperluan sebagaimana
seperti yang disebutkan diatas.
Akta Ikrar Wakaf yang disingkat dengan AIW adalah bukti pernyataan
kehendak Wakif untuk mewakafkan harta benda miliknya guna dikelola Nazhir
sesuai dengan peruntukan harta benda wakaf yang dituangkan dalam bentuk akta
yang diurus di PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf).
Apabila wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c dimaksudkan untuk selamnya, maka diperlukan pelepasan hak dari
pemegang hak pengelolan atau hak milik, hak atas tanah ini juga hrus benar
benar dikuasai oleh wakif secara sah serta bebas dari segala sitaan, perkara
sengketa, dan tidak dijaminkan.
B.
Syarat- Syarat menjadi seorang Wakif dan
Nazhir
Untuk menjadi seorang
wakif, maka calon wakif haruslah seorang Warga Negara Indonesia, cakap hukum,
dan benda yang diwakafkan haruslah yang merupakan hak miliknya.Dimana ia
mewakafkan harta bendanya tersebut atas kehendaknya sendiri, bukan karena unsur
paksaan. Sedangkan untuk menjadi seorang Nazhir ,sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah No.28 tahun 1977
tentang Perwakafan Hak Milik, maka seorang nazhir
perseorangan itu haruslah memenuhi syarat- syarat berikut ini ;
-
Warga Negara Republik
Indonesia
-
Beragama Islam
-
Sudah dewasa
-
Sehat jasmaniah dan
rohaniah
-
Tidak berada di bawah
pengampuan
-
Bertempat tinggal di
kecamatan tempat letaknya tanah yang diwakafkan
Sedangkan menurut pasal 10 ayat (1) UU No.41
Tahun 2004 ditentukan sebagai berikut ;
-
Warga Negara Indonesia
-
Beragama Islam
-
Dewasa
-
Amanah
Dan apabila nazhir berbentuk badan hukum, maka nazhir harus memenuhi
persyaratan berikut :
-
Badan hukum Indonesia
yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan atau keagamaan
Islam yang berkedudukan di Indonesia;
-
Mempunyai perwakilan
di kecamatan tempat letaknya tanah yang diwakafkan.
-
memiliki:
·
salinan akta notaris tentang pendirian dan
anggaran dasar badan hukum yang telah
disahkan oleh instansi berwenang;
·
daftar susunan pengurus;
·
anggaran rumah tangga;
·
program kerja dalam
pengembangan wakaf;
·
daftar terpisah
kekayaan yang berasal dari harta benda wakaf atau yang
·
merupakan kekayaan
badan hukum;
·
surat pernyataan
bersedia untuk diaudit.
Nazhir harus didaftarkan ke Kantor Urusan Agama kecamatan setempat untuk mendapatkan
pengesahan atas pemanfaatan benda/tanah wakaf. Nazhir wajib mengurus dan
mengawasi kekayan wakaf serta hasilnya menurut ketentuan-ketentuan yang diatur
lebih lanjut oleh Menteri Agama sesuai dengan tujuan wakaf. Nazhir juga wajib
membuat laporan secara berkala atas semua hal yang menyangkut kekayaan wakaf.
C.
Jenis – Jenis Harta
Benda Wakaf
Berikut adalah
jenis-jenis benda yang dapat diwakafkan, yaitu ;
1.
Benda tidak bergerak
2.
Benda bergerak selain
uang
3.
Benda bergerak berupa
uang
Benda tidak bergerak yang dimaksudkan yaitu;
a)
Hak atas tanah sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-uandangan baik yang sudah mupun yang belum
terdaftar;
b)
Bangunan atau bagian
bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a
c)
Tanaman dan benda lain
yang berkaitan dengan tanah;
d)
Hak milik atas satuan
rumahs usun sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangn; dan
e)
Benda tidak bergerak
lain sesuai dengan ketentuan prinsip syriah dan Peraturan Perundang-undangan.
Undang-Undang No.41 Tahun 2004 juga mengatur hak atas tanah yang seperti apa
yang dapat diwakafkan, yaitu ;
-
Hak milik atas tanah
baik yang sudah atau belum terdaftar;
-
Hak guna bangunan, hak
guna usaha atau hak pakai diatas tanah Negara;
-
Hak guna bangunan atau
hak pakai di atas hak pengelolaan atau hak milik mendapat izin terulis pemegang
hak pengelolaan atau hak milik;
-
Hak milik atas satuan
rumah susun.
Benda wakaf tidak bergerak berupa tanh hanya dapt diwakfkan
untuk jngka wktu selama-lamnya kecuali wakaf hk tas tanh sebagaimana diatur
dalam pasal 17 ayat (1) huruf c. Benda tidak bergerak dapat diwakafkan beserta
bangunan adan atau tanaman dan atau benda-benda lain yang berkaitan dengan
tanah.
D.
Tata Cara Perwakafan
Tanah Milik
Berdasarkan pasal 9 PP
No.28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik, maka ;
(1) Pihak yang hendak mewakafkan
tanahnya diharuskan datang di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk
melaksanakan Ikrar Wakaf
(2) Pejabat Pembuat Akta
Ikrar Wakaf seperti dimaksud dalam ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh
Menteri Agama.
(3) Isi dan bentuk Ikrar
Wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama.
(4) Pelaksanaan Ikrar,
demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah, jika dihadiri dan
disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
(5) Dalam melaksanakan Ikrar
seperti dimaksud ayat (1) pihak yang mewakafkan tanah diharuskan membawa serta
dan menyerahkan kepada Pejabat tersebut dalam ayat (2) surat-surat berikut:
a.
sertifikat hak milik atau tanda bukti
pemilikan tanah lainnya;
b.surat keterangan dari Kepala Desa
yang diperkuat oleh Kepala Kecamatan setempat yang menerangkan kebenaran
pemilikan tanah dan tidak tersangkut sesuatu sengketa;
c. surat
keterangan pendaftaran tanah;
d. izin dari Bupati/Walikotamadya
Kepala Daerah cq Kepala Sub Direktorat Agraria setempat.
Setelah Akta Ikrar
Wakaf dilaksanakan, maka Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf atas nama nazhir yang
bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Bupati/ Walikota/ Kepala Daerah
cq. Kepala Sub Direktorat Agraria setempat untuk mendaftar perwakafan tanah
milik yang bersangkutan menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1961 untuk dibuatkan sertifikatnya. Apabila yang diwakafkan adalah benda
bergerak berupa uang, mak Sertifikat Wakaf Uang yang didaftarkan sekurang-kurangnya
memuat keterangan mengenai:
a. nama LKS Penerima Wakaf Uang;
b. nama Wakif;
c. alamat Wakif;
d. jumlah wakaf uang;
e. peruntukan wakaf;
f. jangka waktu wakaf;
g. nama Nazhir yang dipilih;
h. alamat Nazhir yang dipilih; dan
i. tempat dan tanggal penerbitan Sertifikat
Wakaf Uang.
E.
Pembuatan Akta Ikrar
Wakaf dan Peralihan Hak Milik yang Sudah Diwakafkan
Untuk melaksanakan
perwakafan tanah itu wakif harus dulu mengucapakan
ikrar wakaf yaitu di depan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Tanah Wakaf (
PPAIW). Menurut Peraturan pemerintah
Nomor 1 Tahun 1978 maka kepala Kantor Urusan Agama (KUA) ditunjuk sebagai PPAIW
sedangkan untuk administrasi perwakafan diselenggarakan oleh Kantor Urusan
Agama (KUA) Kecamatan, dalam hal suatu kecamatan tidak ada Kantor Urusan
Agamanya, maka Kanwil Depag menunjuk Kepala KUA terdekat sebagai PPAIW di
Kecamatan tersebut. Dalam hal ini PPAIW berkewajiban untuk meneliti kehendak
wakif, meneliti dan mengesahkan Nadzir, meneliti saksi Ikrar wakaf, menyaksikan
pelaksanaan ikrar wakaf, membuat akta ikrar wakaf, menyampaikan akta ikrar
wakaf dan salinannya selambat-lambatnya dalam waktu 1 bulan sejak dibuatnya, menyelenggarakan,
daftar akta ikrar wakaf, menyimpan dan memelihara aktanya. Menurut ketentuan
pasal 40 undang-undang No 41 tahun 2004 menjelaskan bahwa setelah benda wakaf
yang sudah di wakafkan itu dilarang untuk dijadikan jaminan, disita,
dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar, atau dialihkan dalam bentuk pengalihan
hak lainya. Menurut ketentuan pasal tersebut maka seorang nadzir atau pihak
yang menerima benda wakaf dari wakif tersebut harus dapat menjaga tanah wakaf
itu.
Pembuatan AIW benda tidak bergerak wajib memenuhi
persyaratan dengan menyerahkan sertifikat hak atas tanah atau sertifikat satuan
rumah susun yang bersangkutan atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya.
Pembuatan AIW benda bergerak selain uang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 danPasal 21 wajib memenuhi persyaratan
dengan menyerahkan bukti pemilikan benda bergerak selain uang. Pernyataan kehendak
Wakif dituangkan dalam bentuk AIW sesuai dengan jenis harta benda yang
diwakafkan diselenggarakan dalam Majelis Ikrar Wakaf yang dihadiri oleh Nazhir,
Mauquf alaih, dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
Dalam hal perbuatan
wakaf belum dituangkan dalam AIW sedangkan perbuatan wakaf sudah diketahui
berdasarkan berbagai petunjuk dan 2
orang saksi serta AIW tidak mungkin dibuat karena Wakif sudah meninggal dunia
atau tidak diketahui lagi keberadaannya, maka dibuat APAIW (Akta Pengganti Akta
Ikrar Wakaf).
Tata cara pembuatan
APAIW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilaksanakan berdasarkan permohonan
masyarakat atau saksi yang mengetahui keberadaan benda wakaf. Apabila tidak ada
orang yang memohon pembuatan APAIW, maka
kepala desa tempat benda wakaf tersebut berada wajib meminta pembuatan APAIW
tersebut kepada PPAIW setempat, kemudian PPAIW mendaftarkan tanh yang
bersangkutan 30 hari seja Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf ditandatatangani.
Tanah yang sudah
diwakafkan tidak bisa diubah lagi fungsinya sebagaimana yang ditujukan
peruntukan tanah itu diwakafkan oleh pihak wakif, kecuali karena alasan –
alasan berikut ini :
-
Karena tidak sesuai
lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif;
-
Karena kepentingan
umum.
Adapun perubahan
status dan penggunaan atas tanah milik yang telah diwakafkan harus dilaporkan
oleh pihak nazhir kepada Bupati/ Walikota/ Kepala Daerah cq. Kepala Sub
Direktorat Agraria setempat untuk diselesaikan lebih lanjut.
Apabila dalam
perwakafan seorang nadzir telah melanggar perjanjian yang telah dibuat dengan
wakif sehingga menimbulkan suatu sengketa maka penyelesainya yang harus
dilakukan oleh pihak yang merasa di rugikan atau seorang wakif diselesaikan
dengan cara musyawarah bila dengan jalan musyawarah tidak berhasil maka upaya
terakhir adalah melalui sidang di Pengadilan Agama. Hal ini di atur dalam pasal
62 Undang-undang No 41 Tahun 2004 yaitu sebagai berikut : “(1). Penyelesian
sengketa perwakafan dapat di tempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
“(2). Apabila cara
penyelesiannya sengketa sebagaimana di maksud
pada ayat (1) tidak
berhasil maka dapat di selesaikan melalui mediasi,
arbitrase atau
pengadilan.”
Pengadilan yang
berwenang menyelesaikan sengketa perwakafan adalah Pengadilan Agama sebagaimana
dalam pasal 49 Undang-undang No 3 Tahun
2006.
Semoga Bermanfaat.