Senin, 28 Mei 2012


WAKAF

A.        Dasar Hukum dan Definisi tentang Wakaf
Mengingat akan pentingnya persoalan mengenai pertanahan yang berdasarkan hukum agama, sudah diatur dalam ketentuan pasal 49 undang-undang No 5 tahun 1960 tentang  Pokok Agaria,yaitu sebagai berikut: 
(1) Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial , diakui dan dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial
(2) Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainya sebagai dimaksud dalam pasal 14 dapat diberikan tanah yang di kuasai langsung oleh Negara dengan hak pakai 
(3) Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah
Kata wakaf  berasal dari kata “Waqafa” dengan makna berhenti atau diam ditempat atau tetap berdiri atau penahanan. Sedangkan Wakaf menurut bahasa Arab berarti “al-habsu”, yang berasal dari kata kerja habasa-yahbisuhabsan, menjauhkan orang dari sesuatu atau memenjarakan, kemudian kata ini berkembang menjadi  “habbasa” dan berarti mewakafkan harta karena Allah.
Dalam Undang Undang nomor 41 Tahun 2004 tentang WAKAF pasal (1) wakaf didefinisikan sebagai perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta  benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut Syariah. Sementara sifat kekekalan benda yang diwakafkan dapat dilihat dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah No.28 tahun 1977 tentang Perwakafan Hak Milik. Berdasarkan pengertian diatas dapat diketahui bahwa perbuatan wakaf merupakan suatu perbuatan yang berdasarkan pada kepentingan agama, tak lain untuk menjalankan kepentingan ibadah, berupa sumbangan sosial yng ditujukan ke tempat-tempat ibadah, yayasan sosial, dimana benda yang diwakafkan dimaksudkan untuk menjadi keperluan yng disebutkan untuk selama-lamanya.
Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya dan  Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Nazhir disini antara lain perseorangan, organisasi dan badan hukum. Mauquf alaih adalah pihak yang ditunjuk untuk memperoleh manfaat dari peruntukan harta benda wakaf sesuai pernyataan kehendak Wakif yang dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf. Nazhir hanya memanfaatkan hak pakainya atas tanah atau benda lain yang diwakafkan untuk keperluan sebagaimana seperti yang disebutkan diatas.
Akta Ikrar Wakaf yang disingkat dengan AIW adalah bukti pernyataan kehendak Wakif untuk mewakafkan harta benda miliknya guna dikelola Nazhir sesuai dengan peruntukan harta benda wakaf yang dituangkan dalam bentuk akta yang diurus di PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf).
   Apabila wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dimaksudkan untuk selamnya, maka diperlukan pelepasan hak dari pemegang hak pengelolan atau hak milik, hak atas tanah ini juga hrus benar benar dikuasai oleh wakif secara sah serta bebas dari segala sitaan, perkara sengketa, dan tidak dijaminkan.


B.   Syarat- Syarat menjadi seorang Wakif dan Nazhir
Untuk menjadi seorang wakif, maka calon wakif haruslah seorang Warga Negara Indonesia, cakap hukum, dan benda yang diwakafkan haruslah yang merupakan hak miliknya.Dimana ia mewakafkan harta bendanya tersebut atas kehendaknya sendiri, bukan karena unsur paksaan. Sedangkan untuk menjadi seorang Nazhir ,sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.28  tahun 1977 tentang Perwakafan Hak Milik, maka seorang nazhir perseorangan itu haruslah memenuhi syarat- syarat berikut ini ;
-          Warga Negara Republik Indonesia
-          Beragama Islam
-          Sudah dewasa
-          Sehat jasmaniah dan rohaniah
-          Tidak berada di bawah pengampuan
-          Bertempat tinggal di kecamatan tempat letaknya tanah yang diwakafkan

Sedangkan menurut pasal 10 ayat (1) UU No.41 Tahun 2004 ditentukan sebagai berikut ;
-          Warga Negara Indonesia
-          Beragama Islam
-          Dewasa
-          Amanah

  Dan apabila nazhir berbentuk badan hukum, maka nazhir harus memenuhi persyaratan berikut :
-          Badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan atau keagamaan Islam yang berkedudukan di Indonesia;
-          Mempunyai perwakilan di kecamatan tempat letaknya tanah yang diwakafkan.
-          memiliki:
·          salinan akta notaris tentang pendirian dan anggaran dasar badan hukum yang  telah disahkan oleh instansi berwenang;
·           daftar susunan pengurus;
·         anggaran rumah tangga;
·         program kerja dalam pengembangan wakaf;
·         daftar terpisah kekayaan yang berasal dari harta benda wakaf atau yang
·         merupakan kekayaan badan hukum;
·         surat pernyataan bersedia untuk diaudit. 
Nazhir harus didaftarkan ke Kantor Urusan Agama  kecamatan setempat untuk mendapatkan pengesahan atas pemanfaatan benda/tanah wakaf. Nazhir wajib mengurus dan mengawasi kekayan wakaf serta hasilnya menurut ketentuan-ketentuan yang diatur lebih lanjut oleh Menteri Agama sesuai dengan tujuan wakaf. Nazhir juga wajib membuat laporan secara berkala atas semua hal yang menyangkut kekayaan wakaf.
C.     Jenis – Jenis Harta Benda Wakaf
Berikut adalah jenis-jenis benda yang dapat diwakafkan, yaitu ;
1.      Benda tidak bergerak
2.      Benda bergerak selain uang
3.      Benda bergerak berupa uang

Benda tidak bergerak yang dimaksudkan yaitu;
a)      Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-uandangan baik yang sudah mupun yang belum terdaftar;
b)      Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a
c)      Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
d)      Hak milik atas satuan rumahs usun sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangn; dan
e)      Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip syriah dan Peraturan Perundang-undangan.
Undang-Undang No.41 Tahun 2004  juga mengatur hak atas tanah yang seperti apa yang dapat diwakafkan, yaitu ;
-          Hak milik atas tanah baik yang sudah atau belum terdaftar;
-          Hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai diatas tanah Negara;
-          Hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan atau hak milik mendapat izin terulis pemegang hak pengelolaan atau hak milik;
-          Hak milik atas satuan rumah susun.

Benda wakaf tidak bergerak berupa tanh hanya dapt diwakfkan untuk jngka wktu selama-lamnya kecuali wakaf hk tas tanh sebagaimana diatur dalam pasal 17 ayat (1) huruf c. Benda tidak bergerak dapat diwakafkan beserta bangunan adan atau tanaman dan atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.
D.     Tata Cara Perwakafan Tanah Milik
Berdasarkan pasal 9 PP No.28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik, maka ;
(1)  Pihak yang hendak mewakafkan tanahnya diharuskan datang di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan Ikrar Wakaf
(2)  Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf seperti dimaksud dalam ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama.
(3)  Isi dan bentuk Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama.
(4)  Pelaksanaan Ikrar, demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah, jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
(5)  Dalam melaksanakan Ikrar seperti dimaksud ayat (1) pihak yang mewakafkan tanah diharuskan membawa serta dan menyerahkan kepada Pejabat tersebut dalam ayat (2) surat-surat berikut:
a. sertifikat hak milik atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya;
b.surat keterangan dari Kepala Desa yang diperkuat oleh Kepala Kecamatan setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tidak tersangkut sesuatu sengketa;
c. surat keterangan pendaftaran tanah;
d. izin dari Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq Kepala Sub Direktorat Agraria setempat.

Setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan, maka Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf atas nama nazhir yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Bupati/ Walikota/ Kepala Daerah cq. Kepala Sub Direktorat Agraria setempat untuk mendaftar perwakafan tanah milik yang bersangkutan menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 untuk dibuatkan sertifikatnya. Apabila yang diwakafkan adalah benda bergerak berupa uang, mak Sertifikat Wakaf Uang yang didaftarkan sekurang-kurangnya memuat keterangan mengenai:
a. nama LKS Penerima Wakaf Uang;
b. nama Wakif;
c. alamat Wakif;
d. jumlah wakaf uang;
e. peruntukan wakaf;
f. jangka waktu wakaf;
g. nama Nazhir yang dipilih;
h. alamat Nazhir yang dipilih; dan
i. tempat dan tanggal penerbitan Sertifikat Wakaf Uang.

E.      Pembuatan Akta Ikrar Wakaf dan Peralihan Hak Milik yang Sudah Diwakafkan
Untuk melaksanakan perwakafan tanah itu wakif harus dulu  mengucapakan ikrar wakaf yaitu  di depan  Pejabat Pembuat Akta Ikrar Tanah Wakaf ( PPAIW). Menurut Peraturan  pemerintah Nomor 1 Tahun 1978 maka kepala Kantor Urusan Agama (KUA) ditunjuk sebagai PPAIW sedangkan untuk administrasi perwakafan diselenggarakan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan, dalam hal suatu kecamatan tidak ada Kantor Urusan Agamanya, maka Kanwil Depag menunjuk Kepala KUA terdekat sebagai PPAIW di Kecamatan tersebut. Dalam hal ini PPAIW berkewajiban untuk meneliti kehendak wakif, meneliti dan mengesahkan Nadzir, meneliti saksi Ikrar wakaf, menyaksikan pelaksanaan ikrar wakaf, membuat akta ikrar wakaf, menyampaikan akta ikrar wakaf dan salinannya selambat-lambatnya dalam waktu 1 bulan sejak dibuatnya, menyelenggarakan, daftar akta ikrar wakaf, menyimpan dan memelihara aktanya. Menurut ketentuan pasal 40 undang-undang No 41 tahun 2004 menjelaskan bahwa setelah benda wakaf yang sudah di wakafkan itu dilarang untuk dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar, atau dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainya. Menurut ketentuan pasal tersebut maka seorang nadzir atau pihak yang menerima benda wakaf dari wakif tersebut harus dapat menjaga tanah wakaf itu.
Pembuatan AIW benda tidak bergerak wajib memenuhi persyaratan dengan menyerahkan sertifikat hak atas tanah atau sertifikat satuan rumah susun yang bersangkutan atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya. Pembuatan AIW benda bergerak selain uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 danPasal 21 wajib memenuhi persyaratan dengan menyerahkan bukti pemilikan benda bergerak selain uang. Pernyataan kehendak Wakif dituangkan dalam bentuk AIW sesuai dengan jenis harta benda yang diwakafkan diselenggarakan dalam Majelis Ikrar Wakaf yang dihadiri oleh Nazhir, Mauquf alaih, dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
Dalam hal perbuatan wakaf belum dituangkan dalam AIW sedangkan perbuatan wakaf sudah diketahui berdasarkan berbagai petunjuk  dan 2 orang saksi serta AIW tidak mungkin dibuat karena Wakif sudah meninggal dunia atau tidak diketahui lagi keberadaannya, maka dibuat APAIW (Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf).
Tata cara pembuatan APAIW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilaksanakan berdasarkan permohonan masyarakat atau saksi yang mengetahui keberadaan benda wakaf. Apabila tidak ada orang yang memohon pembuatan  APAIW, maka kepala desa tempat benda wakaf tersebut berada wajib meminta pembuatan APAIW tersebut kepada PPAIW setempat, kemudian PPAIW mendaftarkan tanh yang bersangkutan 30 hari seja Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf ditandatatangani.
Tanah yang sudah diwakafkan tidak bisa diubah lagi fungsinya sebagaimana yang ditujukan peruntukan tanah itu diwakafkan oleh pihak wakif, kecuali karena alasan – alasan berikut ini :
-          Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif;
-          Karena kepentingan umum.

Adapun perubahan status dan penggunaan atas tanah milik yang telah diwakafkan harus dilaporkan oleh pihak nazhir kepada Bupati/ Walikota/ Kepala Daerah cq. Kepala Sub Direktorat Agraria setempat untuk diselesaikan lebih lanjut.
Apabila dalam perwakafan seorang nadzir telah melanggar perjanjian yang telah dibuat dengan wakif sehingga menimbulkan suatu sengketa maka penyelesainya yang harus dilakukan oleh pihak yang merasa di rugikan atau seorang wakif diselesaikan dengan cara musyawarah bila dengan jalan musyawarah tidak berhasil maka upaya terakhir adalah melalui sidang di Pengadilan Agama. Hal ini di atur dalam pasal 62 Undang-undang No 41 Tahun 2004 yaitu sebagai berikut : “(1). Penyelesian sengketa perwakafan dapat di tempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
“(2). Apabila cara penyelesiannya sengketa sebagaimana di maksud
pada ayat (1) tidak berhasil maka dapat di selesaikan melalui mediasi,
arbitrase atau pengadilan.”
Pengadilan yang berwenang menyelesaikan sengketa perwakafan adalah Pengadilan Agama sebagaimana dalam pasal 49  Undang-undang No 3 Tahun 2006.


Semoga Bermanfaat.